HomeInfo RohaniRenungan Suluh ImanMenyadari Batas Kewenangan

Menyadari Batas Kewenangan

“Raja Uzia sakit kusta sampai kepada hari matinya, dan sebagai orang yang sakit kusta ia tinggal dalam sebuah rumah pengasingan, karena ia dikucilkan dari rumah TUHAN. Dan Yotam, anaknya, mengepalai istana raja dan menjalankan pemerintahan atas rakyat negeri itu.” 2 Tawarikh 26:21

Reputasi Uzia yang mengesankan sebagai seorang raja yang kreatif, makmur dan kuat menyebar dengan cepat. Kerajaan-kerajaan yang ada di sekelilingnya gentar kepadanya dan mengaguminya. Rakyatnya memuja dan berikrar setia kepadanya dengan dikelilingi oleh berbagai macam keberhasilan, wajar rasanya jika orang berpikiran bahwa Uzia pantas mendapatkan pujian.

Hal itu pastilah ada dalam diri manusia. Bila orang-orang mengagumi seorang figur, mereka berpikir, “Wow, orang ini memang hebat!” Itu tidak salah. Bahayanya adalah bukan apa yang dipikirkan publik, tetapi apa yang dipikirkan oleh orang yang dikagumi. Begitu seseorang mulai memercayai bahwa perhatian ditujukan bagi dirinya, maka semua orang akan mengalami kesusahan.

Perhatikan dengan saksama kata pertama dalam ayat 16: “setelah…”. Dalam ayat 14-15 kita membaca tentang hal-hal hebat yang dilakukan Uzia dan bagaimana pertolongan yang ajaib dari Tuhan dialaminya. Tetapi ketika Uzia beranggapan bahwa ia telah menjadi kuat, segala sesuatu berubah. Didorong oleh rasa mementingkan dan bangga dengan diri sendiri, “…ia menjadi tinggi hati sehingga melakukan hal yang merusak. Ia berubah setia kepada TUHAN, Allahnya, dan memasuki bait TUHAN untuk membakar ukupan di atas mezbah ukupan.” (2 Taw. 26:16).

Semua yang dialaminya membuat Uzia menjadi sombong. Kesombongannya meyakinkan dirinya bahwa kedaulatan kekuasaannya mencakup bait Tuhan. Ia menganggap bahwa ia tidak membutuhkan para imam untuk memersembahkan korban kepada Tuhan. Ia orang yang hebat, ia dapat mempersembahkan korbannya sendiri kepada Tuhan tanpa melalui perantaraan para imam.

Karena dibutakan oleh kesombongannya, ia kehilangan kendali. Ia mengambil ukupan dan melangkah masuk ke tempat di mana seharusnya ia tidak boleh memasukinya. Ia melangkah jauh melampaui batas-batas kewenangannya. Ia tidak peduli dengan teguran para imam yang dipimpin imam Azarya, bahkan amarahnya meluap terhadap para imam itu.

Dan…Tuhan menulahinya dengan kusta yang harus dideritanya sampai hari matinya!!
Ingatlah bahwa keberhasilan, kemahsyuran ataupun kehebatan kita bukanlah jaminan bahwa kita bisa mengobrak-abrik aturan Tuhan atau batasan-batasan otoritas yang Tuhan tetapkan. Hormatilah itu dengan melakukan apa yang menjadi bagian kita saja, jangan melanggar aturan dan batasan Tuhan. Jangan sampai kita menjadi seperti Uzia.(srs)

Doa: Tuhan Yesus, ingatkanlah aku jika aku berubah menjadi sombong. Amin.

Must Read