HomeInfo RohaniRingkasan KhotbahKhotbah Minggu, 15 Juli 2018

Khotbah Minggu, 15 Juli 2018

KEKUATAN CINTA
Ayat Pokok: Mazmur 26:8; 27:4
Oleh: Pdt. David Sudarmawan

Daud adalah seorang yang mengasihi Tuhan. Dari kecil sampai menjadi seorang raja, dia selalu ingin diam dalam rumah Tuhan. Meskipun sudah menjadi raja yang sangat terkenal dan dihormati oleh bangsanya, tidak membuatnya melupakan Tuhan. Hal ini nyata dalam ungkapan perkataannya, “TUHAN, aku cinta pada rumah kediaman-Mu dan pada tempat kemuliaan-Mu bersemayam” (Maz. 26:8). Cinta adalah suatu gairah yang kuat, satu kerinduan yang tidak bisa ditahan/dibendung oleh kekuatan apapun. Itulah kekuatan cinta; membuat Daud selalu ingin diam di rumah TUHAN seumur hidupnya, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya (Maz. 27:4).

Ada apakah di rumah Tuhan?
Bukan bangunan yang menjadi perhatian Daud ketika ia mengatakan, “… aku cinta pada rumah kediaman-Mu …”, tetapi “pada tempat kemuliaan-Mu bersemayam.” Menurut Maz. 22:4 Tuhan bersemayam di atas puji-pujian orang Israel.

Puji-pujian adalah tempat duduknya/takhtanya Tuhan. Puji-pujian yang bagaimana? Puji-pujian yang keluar dari hati; hati yang kudus, hati yang sudah beres dari kepahitan dan kemarahan, hati yang siap melayani Tuhan. Memuji Tuhan dalam keadaan hati yang pahit dan marah ibarat membawa korban yang cemar, cacat kepada Tuhan.

Dalam 2 Taw. 5:11-12 pada waktu Tabut Perjanjian dipindahkan dari kota Daud, para imam dan penyanyi semuanya telah menguduskan diri. Mereka tahu akibatnya fatal bila menghadap Tuhan dalam keadaan tidak kudus: mereka akan mati.Datang kepada Tuhan dengan hati yang kudus artinya kita sedang menghormati Tuhan. Tuhan menuntut hormat dan takut kepada-Nya.

Para penyanyi orang Lewi yaitu Asaf, Hermon dan Yedutun bersama anak-anak dan saudara-saudaranya berdiri di sebelah timur mezbah; tempat pembuangan abu. Abu adalah sesuatu yang tidak berharga. Artinya kita datang kepada Tuhan melepaskan segala atribut; siapapun kita, apapun status kita, ketika kita berada di rumah Tuhan, kita semua sama.

Datang kepada Tuhan sebagaimana adanya kita seperti si pemungut cukai sambil berdoa tanpa berani menengadah ke atas, ia menepuk dadanya dan berkata, “Tuhan, aku orang berdosa.” Kita bukan apa-apa, kita hanya abu. Pada saat peniup nafiri dan para penyanyi menyanyikan puji-pujian dan syukur kepada Tuhan: “Sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.” Para imam tidak tahan berdiri sebab kemuliaan Tuhan memenuhi rumah Allah (ay. 13-14).

Layanilah Tuhan dengan hati yang bersih dan tulus. Kita bukan siapa-siapa di hadapan Tuhan. Kita bisa menjadi umat-Nya bukan karena kita hebat, tetapi karena anugerah Tuhan. Puji Dia dan nikmati kehadiran-Nya yang nyata. Haleluyah! Tuhan Yesus memberkati.

Must Read