HomeInfo RohaniKesaksianTuhan Penolong Kami

Tuhan Penolong Kami

Sehari setelah pemilu April, saya merasakan adanya benjolan di belakang telinga kiri, kurang lebih sebesar telur puyuh. Kamis sebelum jumat agung, benjolan membesar kurang lebih sebesar telur ayam kampung. Hati saya sangat takut dengan keadaan ini. Dalam Kebaktian Jumat Agung saya berdoa, memohon kepada Tuhan Yesus agar menyembuhkan saya. Sabtu saya kontrol ke dokter bedah dan dinyatakan bahwa benjolan harus diangkat karena dikuatirkan akan menekan syaraf-syaraf lain karena berdasarkan hasil USG benjolan sudah berukuran 6,5×5,4. Dengan perasaan yang makin cemas, pada Kebaktian Paskah saya kembali berdoa meminta pertolongan dan pimpinan Tuhan Yesus. Setelah Perjamuan Kudus, hati saya mantap untuk menjalani operasi.

Senin/21 April saya kembali ke dokter Bedah dan mulai dirawat di rumah sakit. Selasa/22 April mulai diobservasi oleh tiga dokter yaitu dokter jantung, dokter endokrin (saya mengidap diabetes, jadi gula harus normal jika akan dioperasi) dan dokter bedah. Karena semua normal, Rabu/23 April saya menjalani operasi. Sejak didorong dari ruang perawatan menuju kamar bedah sampai kemudian saya siuman, saya hanya menyanyikan lagu  “Haleluya … haleluya” di dalam hati dengan tidak ada rasa cemas sama sekali. Operasi hanya berjalan 15 menit, dan saya segera siuman kembali. Jumat/25 April dokter mengijinkan saya pulang.

Seminggu setelah operasi, benang dicabut dan luka mengering. Jum’at/30 April berdasarkan hasil uji Patologi Anatomi benjolan saya ternyata hanya  dikarenakan jaringan otot dan lemak yang meradang (granulomatosa) dan tidak ada tanda ganas. Puji Tuhan bagi Maha Besar Allahku!

Pada waktu pulang dari mencabut benang, kondisi anak saya mulai drop karena Februari dan Maret anak saya dirawat di rumah sakit karena typus dan DB. Semakin malam suhu badan semakin tinggi. Jam 6 pagi saya bawa ke IGD dan langsung diinfus selama 4 hari. Setelah itu diijinkan pulang dengan diberi obat-obatan oral. Keesokan paginya, sesudah makan obat, anak saya mandi, namun tiba-tiba dia menjerit seperti kesemutan di badan, kemudian lambung perih sampai rasa melintir dan suhu badan mulai naik disertai timbul ruam-ruam di kulitnya. Tetapi dia berkeras tidak mau dirawat di rumah sakit lagi. Kami berdoa dengan sungguh-sungguh memohon pertolongan Tuhan Yesus kembali. Namun pada jam 9 malam anak saya minta diantar ke rumah sakit. Kami segera bawa ke IGD rumah sakit yang berbeda dan kembali diinfus. Jum’at/9 Mei anak saya diperbolehkan pulang.
Sekarang kami berdua sedang dalam masa penyembuhan. Kami bersyukur Tuhan mengijinkan kami mengalami penyakit. Kami yakin, Tuhan jugalah yang menyembuhkan kami. Tiada yang mustahil bagi Dia. Maha Besar Tuhan Yesus Kristus!

Pinky & Cheisy

Must Read